Selasa, 03 April 2012

Makam Kol Husein Yusuf Komando TRI Divisi Gajah I Aceh di Bireuen

Makam Kol Husein Yusuf Komando TRI Divisi Gajah I Aceh di Bireuen Terabaikan


Makam Kol. Husein Yusuf pendiri Radio
Rimba Raya
di Gampoeng Geulumpang
Payong, Kecamatan Jeumpa
,
[Foto/Suherman Amin]

ACEH GOET
Makam Kol Husein Yusuf Komando TRI Divisi Gajah I Aceh di Bireuen Terabaikan

Laporan: Drs H Suherman Amin

ACEHGOET, CATATAN - Makam Komando Tentara Rakyat Indonesesia (TRI) Kol. Husein Yusuf yang terletak di Dusun Jeumpa Gampoeng Geulumpang Payoeng Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen tidak ada kepedulian pihak pemerintah, baik itu Pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh maupun Pemerintah Kabupaten Bireuen.

Akibatnya makam sosok tokoh pejuang RI yang gigih memperjuangkan kemerdekaan RI yang kini sudah berusia 67 tahun dengan Media berupa Radio Rimba Raya yang semula berkedudukan di Bireuen dan akhirnya dipindahkan ke Rimba Raya Gayo.

Kolonel Husein Yusuf adalah sosok tokoh nasional yang merupakan salah satu tokoh penting penentu kemerdekaan Indonesia ini, bahkan Kol. Husein Yusuf adalah pimpinan Komando Tentara Republik Indonesia Divisi Gajah I yang berkedudukan di Aceh.

Beliau adalah orang yang berperan penting dan pendiri Radio Rimba Raya dan pada tahun 1948 di tanah Rimba Raya dataran tinggi Gayo, yang sebelumnya radio itu berkedudukan di Bireueun.

Peranan Kol. Husein Yusuf dan anggota kesatuannya sangat besar bagi eksistensi kelangsungan negara Republik Indonesia (RI) sebab ketika Belanda kembali melancarkan invasi dan penaklukkannya ke banyak wilayah Indonesia, Aceh menjadi satu-satunya daerah yang belum dan tak bisa ditaklukkan.

Kol. Husen Yusuf yang menyadari hal itu, menggunakan sarana media radio Rimba Raya untuk memberitahukan kepada dunia tentang keberadaan Indonesia yang belum jatuh dalam serbuan Belanda dan pasukan sekutu.

Selain itu Radio Rimba Raya menyiarkan pula berita tentang keberadaan Indonesia dalam beberapa bahasa yakni Bahasa Indonesia, Inggris, Belanda, Arab, Cina, Urdu, India, Pakistan dan Madras. Keberadaan radio ini membuat masyarakat international menjadi tahu jika eksistensi indonesia sebagai suatu negara masih utuh dan masih tetap berdiri, bahkan hingga kini.

Namun demikian apa lacur, Makam pendiri Radio Rimba Raya, itu serta istrinya Letnan dua, HJ Ummi Salamah di areal perkuburan umum Dusun Jeumpa, Desa Geulumpang Payong, Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Bireuen terabaikan dan tanpa adanya kepedulian dan perawatan pihak pemerintah padahal jasa mereka terhadap Negara RI bukan tanggung.

Sungguh ironis memang, hingga sejauh ini, Pemkab Bireuen teganya membiarkan kedua makam pejuang semasa kemerdekaan RI tanpa perawatan bahkan belum dilakukan pemugaran sebagai bentuk penghormatan kepada Panglima devisi X Langkat dan Tanah Karo itu.

Alamsyah Bensu yang akrab dipanggil Alben (52) yang juga sosok tokoh masyarakat Gampoeng Guelumpang Payoeng dalam keterangannya kepada Andalas menyebutkan, sejauh ini kuburan pendiri radio Rimba Raya itu belum dilakukan pemugaran dengan layaknya seorang pejuang kemerdekaan RI yang juga tokoh pendiri radio Rimba Raya, cikal bakal radio RRI di Jakarta.

Menurut Alben, awalnya memang pernah makam Kol. Husein Yusuf itu didatangi Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf dan Pangdam Iskandar Muda untuk berziarah ke makam Kolonel Huesen Yusuf dan HJ Ummi Salmah sekitar tahun 2010. Tapi sejauh ini lokasi makam yang juga pemilik Pendopo Bireuen itu masih dibiarkan dan ditumbuhi semak belukar tanpa di urus dengan baik sebagai layaknya makam pejuang kemerdekaan.

Begitu juga letak kuburan Kolonel Husaein Yusuf yang meninggal dunia 8 Januari 1978 yang berdampingan dengan kuburan istrinya HJ Ummi Salamah yang meninggal 6 Januari 1998 mulai sulit dikenali dengan baik akibat ditumbuhi semak belukar dan banyak rerumputan.

Akankah makam seorang tokoh pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan RI dengan gigihnya kita biarkan saja, itu tergantung kepemimpinan kita tentunya.

DRS H Suherman Amin adalah Penulis di Kota Juang, Bireuen

* Kirimkan tulisan anda beserta fotonya ke atjehgoet@gmail.com *

Empat Ulama Kharismatik Aceh Meninggal


Empat Ulama Kharismatik Aceh Meninggal Di Akhir Tahun 2011


Tgk Muhammad Amin Mahmud
(Tumin Blang Bladeh),
[Foto/Dok/Drs H Suherman Amin]

ACEH GOET
Empat Ulama Kharismatik Aceh Meninggal Di Akhir Tahun 2011

Catatan; Drs H Suherman Amin

ACEH GOET - Sangat merasa kehilangan walaupun tetap kita lepaskan dengan keikhlasan untuk kembali menghadap khaliknya. Empat insan yang merupakan cahaya penerang ummat telah berpulang kerahmatullah. Dan kita berdoa semoa semua mereka ditempatkan disisi Allah dengan tempat yang sangat layak.

Keempat mereka yang merupakan para pemimpin dayah sekaligus sudah merupakan ulama kharismatik Aceh secara nasional telah tiada ,namun untuk ke depan sama-sama kita berdoa agar murid-murid mereka mampu menjadi cahaya untuk semua ummat.

Empat mereka yang telah kembali menghadap khaliknya adalah Teungku Syech H Muhammad Yahya Hanafi (56) wafat ketika khutbah Jumat (9/12) sekitar pukul 13.30 WIB, lalu, Abu Ilyas Ibrahim (58) atau lebih dikenal dengan panggilan Ayah Peudada, Pimpinan Pesantren Darul Aman Peudada, Kabupaten Bireuen, meninggal Jumat (9/12) sekitar pukul 18.45 WIB   di Rumah Sakit Bireuen Medical Center (BMC) Bireuen.
Selanjutnya Tgk Syech H Karimuddin, Pimpinan Dayah Babussalam Alue Bili Aceh Utara  meninggal Sabtu (17/12) dan  Tgk Syech H Adnan Mahmud, Pendiri dan Pimpinan Pesantren Ashabul Yamin meninggal dunia Selasa (27/12) lalu sekitar pukul 01.00 WIB di Desa Keude Bakongan, Kecamatan Bakongan, Kabupaten Aceh Selatan.

Adapun Teungku Syech H Muhammad Yahya Hanafi (56) yang disapa Abon Putoh Pimpinan pesantren Yayasan Darussa'dah Desa Putoh Sa Kecamatan Pantee Bidari, Aceh Timur meninggal ketika dalam khutbah Jumat di di Masjid Matang Pudeng Simpang Ulim.

Menurut Rima Syahputra sanak keluarga dekatnya kepada Andalas menyebutkan, Abon sebelum berpulang ke Rahmatullah, dalam khutbahnya, menyatakan bahwa kematian seseorang adalah rahasia Allah. Dan siapapun tidak tahu kapan ajal tiba termasuk dirinya yang memang ternyata meninggal di atas mimbar masjid ketika masih dalam berkhutbah. Sedangkan Abu Syech Ilyas Ibrahim (58) atau lebih dikenal Ayah Peudada, Pimpinan Pesantren Darul Aman Peudada, Kabupaten Bireuen, meninggal Jumat (9/12) sekitar pukul 18.45 WIB  di Rumah Sakit Bireuen Medical Center (BMC) Bireuen.

 Menurut keterangan Tgk Muhibban HM Hajat, murid Ayah Peudada menginformasikan gurunya itu dibawa ke BMC Bireuen sekitar pukul 16.00 WIB sehari sebelum itu karena menderita penyakit paru-paru dan Ayah Peudada, meninggal dunia di RS itu sekitar pukul 18.45 WIB.

Tgk Muhibban menyebutkan gurunya itu sebelum memimpin Pesantren Darul Aman pada tahun 1990-an, juga pernah menjadi guru senior di Dayah Mudi Mesra Samalanga, Bireuen. Ayah Peudada memang telah banyak mendidik santri hingga kini telah menjadi pimpinan dayah di Aceh, termasuk Tgk Muhibban yang kini di Lamtemen Banda Aceh.    

Selain itu Syech H Karimuddin, Pimpinan Dayah Babussalam Alue Bilie Aceh Utara yang juga merupakan salah satu sosok ulama di Aceh yang sangat berjasa mendidik ummat bahkan sangat banyak membina anggota majelis-majelis zikir yang datang dari berbagai daerah untuk mengenal Allah, Tuhan pencipta segalanya.

Drs H Suherman Amin Bireuen
wartawan Andalas Medan,
[Foto/Dok/Pribadi]
Beliau dikabarkan meninggal dengan meninggalkan seribu luka lara di negeri yang ditinggalkannya pada Sabtu (17/12) di Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (PMI) Lhokseumawe dengan mengidap penyakit kanker hati, dan darah manis sejak setahun terakhir. Bahkan, keluarganya pernah membawa Abu Karimuddin untuk menjalani perawatan di rumah sakit Malaysia.

Kemudian Pendiri Dayah Ashabul Yamin Tgk Syech H Adnan Mahmud yang akrab disapa Nek Abu dan Abu Bakongan meninggal Dunia Selasa (27/12) lalu sekitar pukul 01.00 WIB di kediamannya Desa Keude Bakongan, Kecamatan Bakongan, Kabupaten Aceh Selatan dalam usia 106 tahun.

Berita meninggalnya Syeh H Adnan Mahmud sangat cepat menyebar cepat di kalangan masyarakat Aceh Selatan. Bahkan dalam waktu singkat informasi itu berkembang hingga ke berbagai kawasan Aceh.
Nah… tanpa kita sadari, perlahan-lahan satu persatu ulama Aceh ternyata telah pergi meninggalkan kita, ulama hanya tinggal satu dua lagi bahkan sudah langka.Kita berdoa saja ke depan aka nada para ulama-ulama yang mampu merupakan cahaya dalam kehidupan ummat.  

Meninggalnya para ulama tentunya ujian besar bagi umat. Kepergian ulama menuju Tuhannya sesungguhnya lebih berat kita terima dari urusan apapun yang selama ini memberatkan kita.Pun begitu , itu semua harus kita lepaskan dan terima dengan penuh keikhlasan

Berdoa

Saat ini satu-satunya Ulama kharismatik yang masih hidup adalah Teungku Muhammad Amin Mahmud atau Abu Tumin Blang Bladeh dan itupun beberapa hari sebelumnya juga menderita sakit dan dirawat di BMC Bireuen namun sudah agak mendingan.

Untuk menginsentifkan perawatan disertai kelengkapan alat media Abu Tumin Pimpinan Dayah Darussa'adah, Blang Bladeh, Bireuen itu  pada Selasa (27/12) lalu diterbangkan ke Malaysia melalui Bandara Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, Aceh Besar menjalani perawatan berobat di Tawakal Hospital, Kuala Lumpur.

Kini Tumin masih dirawat di Tawakal Hospital Kula lumpur dan mari kita berdoa semoga Tumin sebagai ulama kharismatik Aceh cepat sembuh dan kembali ke Aceh untuk menerangi ummat kembali . Amin, semoga Tumin masih diberkati dan tetap dalam lindungan Allah. 

Drs H Suherman Amin Bireuen adalah wartawan Andalas Medan


* Kirimkan tulisan anda beserta fotonya ke atjehgoet@gmail.com *

Masjid Tue

Masjid Tue Kebayakan Pusat Kehidupan Komunitas Muslim


Masjid Tue (tua) Kebayakan Takengon,
Aceh Tengah, [Foto/Suherman Amin]

ACEH GOET
Masjid Tue Kebayakan Pusat Kehidupan Komunitas Muslim

Oleh: Suherman Amin

ACEH GOET, TAKENGON - Masjid Tue (tua) Kebayakan Takengon Aceh Tengah adalah Rumah Allah tempat melakukan kegiatan ibadah bagi komunitas ummat Muslim salah satu Masjit tertua yang kini tetap dipugar namun tidak merubah bentuk aslinya.

Menurut Tgk Aman M Affan pekan lalu, Masjid Tue itu difungsikan masyarakat selain tempat ibadah umat Muslim juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim dalam kegiatan - kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an.

Dijelaskan,menurut sejarah bangunan Masjid Tue Kebayakan itu dibangun tahun 1920 oleh masyarakat Aceh Tengah dengan Imam Masjid saat itu Tgk. Imem Aman Baram dengan swadaya masyarakat Kebayakan. Tanah yang digunakan merupakan tanah waqaf salah satu masyarakat Takengon

Proses pembangunannya bahkan dikala itu penjajah Belandapun turut menyumbangkan 100 Golden namun Masjid itu tetap untuk tempat ibadah umat Islam.

Masjid Tue Kebayakan ini merupakan masjid tertua ke-2 di Takengon yang terletak di Gampoeng Kebayakan yang merupakan Gampoeng tertua di Aceh Tengah, yang terdiri tiga warga Gampong yakni Lot Kala, Jongok dan Gunung Bukit.

Masjid Tue yang didirikan tahun 1920 ini baru digunakan tahun 1927. Dan pertama sekali digunakan Reje Bukit (Raja Bukit) yang bernama R. Zainuddin sebagai reje bukit terakhir. Namun pada zaman dulu masjid itu digunakan sebagai shalat jama’ah. Tetapi hanya shalat jum’at saja, maka di depan masjid dibuat kusus tempat shalat jum’at untuk kaum ibu.

Masjid perlu dimakmurkan sebab salah satu ciri orang beriman adalah memakmurkan Rumah Allah sebagaimana Firman Allah dalam surah At-Taubah ayat ke 18 yang artinya "Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk."

Nah dimana posisi kita sekarang sebagai seorang yg mengaku beriman namun tidak memakmurkan masjid? Bangkitlah saudaraku seiman. Amin.

Suherman Amin adalah Penulis di Kota Juang, Bireuen


* Kirimkan tulisan anda beserta fotonya ke atjehgoet@gmail.com *

Budidaya Ikan

Budidaya Ikan di Kolam Rabo Raya Gampoeng Tuepok Baroeh Berkembang


Kolam Ikan - Inilah Kolam Rabo Raya
Gampoeng Teupok Tunong
Kecamatan Jeumpa Bireuen
sebagai lokasi pengembangan dan pembudidayaan
ikan laut tawarsejenis Nila (Gurami)
dan Lele Jumbo, [Foto/Suherman Amin]

ACEH GOET
Budidaya Ikan di Kolam Rabo Raya Gampoeng Tuepok Baroeh Berkembang

Oleh: Suherman Amin

ACEH GOET, BIREUEN - Bustami,S.Pd Kepala SMP Negeri 2 Peudada Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen, bekerjasama dengan pemilik kolam ikan “ Rabo Raya “ Gampoeng Teupok Baroeh Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen membudiyakan ikan air tawar dengan luas kolam 1.500 meter.

Bustami dalam keterangannya Selasa (6/3) di Amanah Bireuen menyebutkan, pihaknya membudidayakan ikan lele dan nila (sejenis Gurami) sudah sejak Oktober 2011 dan sudah pernah panen perdana dengan bibit ikan sebanyak 35.000 ekor.

Menurutnya, kini dalam pengembangan pembudidayaan ikan air tawar di 5 kolam yang tersedia dengan masing-masing petak 10 x 12 meter, 5 x 25 meter, 5 x 15 meter, dan 6 x 8 dua kolam.

Dijelaskan pula ketika panen perdana Januari 2012 dari 1.500 meter lahan hanya ikan Nila dan lele Jumbo dan hasilnya Alhamdulillah sangat memuaskan. Ikan yang dipanenkan itu dipasarkan ke beberapa daerah seperti Takengon, Lhokseumae, Bireuen dan Banda Aceh serta ada juga yang dikirimkan ke Medan.

“ Kami mengelola ikan air tawar dengan mempekerjakan 3 orang tenaga kerja tetap di lokasi sementara beberapa orang pekerja harian jika dibutuhkan seperti pembelian makanan ikan, pengelola makanan dan pengawasan proses pembuatan umpan.” Sebut Bustami.

Berbicara dengan progam ke depan, tambah Bustami pihaknya jika saat ini mengorder bibit ikan ke Medan mencapai 35.000 bibit, maka ke depan akan melakukan pembibitan sendiri dan tidak membeli lagi bibit ke Medan dengan hanya membelikan induk saja.

“ Kami merasa senang dan bahagian dengan melaksanakan pembudiyaan ikan air tawar di Kolam Rabo telah mampu merekrut tenaga remaja yang tidak punya pekerjaan untuk dipekerjakan.” Ungkap Bustami seraya menyebutkan telah membantu pemerintah mengurangi penganggura.

Suherman Amin adalah Penulis di Kota Juang, Bireuen

* Kirimkan tulisan anda beserta fotonya ke atjehgoet@gmail.com *